Senin, 18 Maret 2019

Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas dan Budayakan Keselamatan Menjadi Kebutuhan  

Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas dan Budayakan Keselamatan Menjadi Kebutuhan   

Bangsa Indonesia dikenal mahsyur sebagai bangsa yang ramah, toleransi tinggi, peduli dengan orang lain, gotong royong, dan karakter-karakter positif lainnya. Namun pertanyaan yang muncul saat ini apakah karakter-karakter positif tersebut masih terjaga kelestariannya pada masyarakat Indonesia. 
Jawabnya karakter positif tersebut mulai luntur. Semangat kebersamaan dan kekeluargaan mulai hilang berganti menjadi individual dan karakter negatif semakin umum dijumpai. Banyak indikator yang dapat kita gunakan sebagai acuan salah satunya adalah perilaku di jalan raya. Berikut akan diuraikan beberapa karakter positif yang mulai luntur dan nampak didalam pengguna jalan raya.
Perturan lalu lintas sering sekali diabaikan oleh masyarakat Indonesia, dimana kita melihat fakta yang terjadi hingga saat sekarang, Kecelakaan hampir setiap saat terjadi, kemacetan selalu tidak dapat dihindari, karena para pengendara membutakan mata, hati, dan pikiran dalam mengemudikan kendaraannya di jalan raya.
Seharusnyalah setiap pengendara selalu mematuhi aturan yang diberlakukan di jalan raya, demi keselamatan diri sendiri dan juga orang lain. Berlalu lintas dengan cara mematuhi aturan-aturan yang ada salah satu cara menghindari terjadinya kecelakaan, tanpa harus mencari celah lemahnya aturan dan mencari kelengahan pengawasan dari pihak terkait.
Sebagai negara hukum, segala prilaku pengendara diatur dalam aturan hukum yaitu dengan kewajiban mematuhi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 bertujuan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas ( kamseltibcar lantas ), terwujudnya etika berlalu lintas adalah citra budaya bangsa, terwujudnya penegakan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Sesempurna apapun aturan tidak akan secara otomatis atau serta merta mampu mengubah keadaan menjadi sesuai yang diinginkan, seperti mengubah kesemrautan menjadi tertib, mengubah perilaku yang tidak taat peraturan menjadi patuh dan taat.
Kalau kita memang tidak melanggar aturan dan selalu mematuhi rambu-rambu, apa yang harus ditakutkan? Pada saat hendak menggunakan kendaraan bermotor kita jangan sampai lupa menggunakan safety, seperti helm sebagai pelindung kepala.
Pastikan berperilaku tertib, dengan berhenti di traffic light pada garis batas, dan tidak memenuhi jalan sehingga menutup akses kendaraan dari arah berlawanan. Orang tua perlu mengawasi secara ketat anak-anak mereka yang belum cukup umur agar tidak berkendara di jalan raya. Ingat, banyak pelajar yang menjadi korban kecelakaan.
Harus diakui bahwa persoalan lalu lintas masih belum tertata dengan baik, sebab ada tiga komponen penting dalam sistem hukum yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain yaitu A legal system in actual operation is a complex , organism in which structure, substance and culture interact ( substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum)( Friedman, 1975:5).
Budaya hukum pengendara hanya patuh ketika ada petugas POLANTAS, memakai helm, aksesories kendaraan lengkap, tidak terobos lampu merah dan mematuhi rambu-rambu yang ada hanyalah karena takut kena tilang bukan karena kesadaran demi keselamatan diri dan orang lain.
Akibat prilaku tidak patuh itu sering mengakibatkan kemacetan dan kecelakaan terjadi. Kemacetan akibat tidak sabar dan sifat egois berkendaraan, tidak mendahulukan yang seharusnya didahulukan dan yang lebih ironis dalam hal kecelakaan, angka kematian di jalan raya akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia merupakan pembunuh nomor 3 di bawah penyakit jantung dan stroke
Data Ditlantas Polri tahun 2007 menyebut korban mati akibat kecelakaan lalu lintas tak kurang dari 12 ribuan setiap tahunnya. Fakta-fakta ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku pengendara yang tidak memperhatikan rambu-rambu, marka jalan dan aturan-aturan lain dalam berlalu lintas di jalan raya. 
Penyuluhan-penyuluhan telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, lembaga kepolisian atau lembaga pendidikan tinggi dan lain sebagainya. Namun itupun belum maksimal bahkan belum menunjukkan prilaku yang patuh, tanpa merasa bersalah menerobos lampu merah, tidak pakai helm dan berboncengan sampai tiga atau empat orang tanpa memikirkan keselamatan penumpang yang dibonceng.
Disisi lain, tindakan yang dilakukan oleh POLANTAS acapkali dipandang negative, karena masih ada ulah oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan kewenangan (abuse of power) dengan mencari-cari kesalahan, menunggu terjadi pelanggaran bukan mencegah terjadinya pelanggaran dan memberikan informasi yang tidak cerdas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara.
Namun tidak sedikit juga terlihat POLANTAS yang jujur menjalankan tugas, uang tilang tidak disetor, tetapi dikantongi untuk pribadi sehingga memberikan kenyamanan kepada pengendara semata-mata dalam rangka penertiban demi kelancaran berlalu lintas dan menjaga keselamatan para pengguna jalan.
Seharusnya berterimakasih kepada POLANTAS yang jujur tersebut, karena mereka senantiasa mengingatkan pengendara agar menjaga keselamatan diri dan kenyamanan berlalu lintas demi terciptanya budaya sadar akan keselamatan.
Sebaliknya juga pengendara harus sadar bahwa kemacetan dan kecelakaan akibat prilaku pribadi yang tidak mau patuh dan tidak taat pada aturan banyak merugikan diri sendiri dan juga orang lain sebagai sesama pengguna jalan raya.
Oleh karena itu berlalu lintaslah dengan pantas dan cerdas, jangan selalu memandang negative POLANTAS yang bertugas, patuh dan taat pada aturan, tidak egois dalam berkendara dan menghormati hak-hak pengguna jalan lainnya agar terhindar dari kemacetan dan kecelakaan yang senantiasa mengintai atau menunggu giliran untuk terjadi.